Kontroversi Peringatan Maulid Nabi

0

Category:


Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang sudah kental dan memasyarakat di kalangan kaum muslim. Bukan cuma di Indonesia, tradisi yang jatuh setiap tanggal 12 Rabiul Awal dalam Hijriah itu, juga marak diperingati oleh umat Islam berbagai dunia.

Di Indonesia, tradisi ini disahkan oleh negara, sehingga pada hari tersebut dijadikan sebagai hari besar dan hari libur nasional. Imam As-Suyuthi dalam kitab Husn Al-Maqosid fi Amal Al-Maulid menerangkan bahwa orang yang pertama kali menyelenggarakan maulid Nabi adalah Malik Mudzofah Ibnu Batati, penguasa dari negeri Ibbril yang terkenal loyal dan berdedikasi tinggi. Mudzorofah pernah menghadiahkan sepuluh ribu dinar kepada Syekh Abu Al-Khatib Ibnu Dihyah yang telah berhasil menyusun sebuah buku riwayat hidup dan risalah Rasulullah dengan judul At-Tanwir fi Maulid Al-Basyir Al-Nazir. Pada masa Abbasiyah, sekitar abad kedua belas masehi, perayaan maulid Nabi dilaksanakan secara resmi yang dibiayai dan difasilitasi oleh khalifah dengan mengundang penguasa lokal. Acara itu diisi dengan puji-pujian dan uraian maulid Nabi, serta dilangsungkan dengan pawai akbar mengelilingi kota diiringi pasukan berkuda dan angkatan bersenjata.


Dilihat dari sudut pandang hukum syarak ada dua pendapat yang bertentangan dalam menangani masalah peringatan maulid Nabi.

Pendapat pertama

Pendapat pertama, yang menentang, mengatakan bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam kitab Al-Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.

Pendapat Kedua

Pendapat kedua, yang telah menerima dan mendukung tersebut, beralasan bahwa maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Imam Ibnu Hajar Asqalani dan Imam As-Suyuthi. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Firaun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.

Terlepas dari polemik di atas, pelaksanaan maulid Nabi adalah perbuatan Bid'ah walaupun disinyalir mendatangkan dan memberikan manfaat kehidupan beragama kaum muslimin secara filosofis, peringatan maulid Nabi dapat menumbuhkan rasa cinta kepada Rasulullah yang kemudian ditunjukkan dengan mengikuti segala sunahnya dan menumbuhkan kesadaran akan beragama menuju kesempurnaan takwa, tapi tetap didahului dengan perbuatan Bid'ah. Secara sosiologis, dengan asumsi kehidupan manusia di abad ini, dengan kecenderungan bergaya hidup konsumeristik, hedonistik, dan materialistik, punya andil cukup besar terhadap penurunan tingkat kesadaran seseorang, maka peringatan maulid Nabi menjadi tuntutan religius yang penting.

Hadist

Kekhawatiran ini tidak terlalu berlebihan bila kita lihat sabda Nabi:
“Pada mulanya Islam itu asing dan akan kembali asing dan akan kembali asing, maka berbahagianlah bagi orang-orang asing, yakni mereka yang telah menghidupkan sunah Nabi, setelah dirusak orang. Orang yang berpegang teguh dengan sunahku ketika terjadi wabah dekadensi moral, pahalanya sama dengan pahala seratus orang yang mati syahid.” (HR. Ibnu Abbas)
dan kekhawatiran akan menjadi hilang jika kita berwawasan secara meluas,memang semua pekerjaan yang kita lakukan dizaman sekarang ini adalah bid'ah,karena tidak dilakukan dan tidak diperintah oleh nabi sendiri,tapi kita tahu bahwasannya bid'ah itu ada 2 macam yaitu bid'ah hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah sayyi'ah(bid'ah yang jelek dalam artian menyimpang dari syariat), Jadi kita tidak meniru Rosul hanya konteks saja, tapi juga nonkontekstualnya. Berbahagialah orang yang selalu mengagungkan Rosul,dan jangan mudah menganggap sesuatu itu bid'ah dlolalah finnar, Kita tentunya inGin umat islam bersatu padu mengunggulkan ISLAM, jangan mudah trpedaya kaum yang ingin memecahbelahkan umat islam baik dari dalam ataupun dari luar. Allah selalu bersama orang2 yang benar.

sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Kontroversi_peringatan_Maulid_Nabi

Comments (0)

Posting Komentar